11 Desember 2008

PANGGILAN PALSU

Pekerjaan yang paling menyebalkan sewaktu duduk di kursi operator adalah menerima telepon dari orang iseng. Biasanya, telepon yang beginian datangnya lepas tengah malam. Tak cuma jadi monopoli orang dewasa saja, sesekali suara telepon iseng di ujung sana juga berasal dari anak-anak.
Hanya, pernah ada telepon masuk yang ujung-ujungnya menipu kami mentah-mentah. Suatu siang di bulan November 2008, ada telepon datang dari seseorang yang mengaku staf klinik di bilangan Depok. Dia bilang ingin memindahkan perawatan anggota keluarganya dari klinik tersebut ke sebuah rumah sakit di Jakarta Pusat.
Seperti biasa, sebelum meluncurkan unit ke sana kami mencari letak pasti klinik itu lewat peta elektronik. Tujuannya, untuk memudahkan unit mencapai titik sasaran. Kami juga mengontak rumah sakit tersebut untuk memastikan pasien sudah mendapat ruangan di sana.
Tapi, anehnya alamat klinik itu tidak terdapat di peta. Tapi, yang buat kami yakin mengirim unit ke sana lantaran rumah sakit membenarkan staf klinik itu sudah memesan kamar buat anggota keluarganya. Lagian, kami pikir mungkin peta belum meng-update keberadaan klinik tersebut.
Jadilah, ambulans kami yang sehari-hari nge-pos di kawasan Jakarta Selatan meluncur ke sana. Dan, betul saja yang kami khawatirkan terjadi. Ternyata klinik itu fiktif. Unit kami sudah mengubek-ubek alamat tersebut selama satu jam dan tanya-tanya ke warga sekitar tapi tidak ketemu juga.
Karuan saja saya dibuat gondok. Maklum, saya adalah penanggung jawab untuk regu operator yang dinas hari itu. Buruan saja saya kontak nomor telepon orang itu. Tapi ternyata, tidak nyambung-nyambung. Rupanya, lagi-lagi dia memberikan nomor palsu. Gila benar! Orang itu benar-benar niat dan mempersiapkan scenario untuk mengerjai kami.
Saya tidak habis pikir dengan orang iseng tersebut. Andai saja siang itu ada panggilan gawat darurat dan unit yang tersisa adalah ambulans yang menuju klinik fiktif itu. Bagaimana? Sebab, bisa saja nyawa orang lain melayang gara-gara kami ditipu mentah-mentah.


siang di kunciran

08 Desember 2008

OPERATOR AGD DKI


Sudah tiga bulan ini saya duduk di kursi operator. Istilahnya, naik ke Bela. Tugasnya, menerima telepon yang masuk dan menjawab suara di ujung telepon sana yang membutuhkan unit Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (AGD DKI).
Ya, semua paramedis di AGD mendapat giliran bertugas sebagai operator. Biasanya, sekitar tiga bulan. Tugas ini memang harus dilakoni paramedis. Sebab, kami tidak sekadar menerima telepon dan meneruskannya ke unit-unit ambulans yang sedang berjaga.
Operator juga memberikan panduan-panduan. Semisal, kalau ada panggilan darurat kecelakaan lalu lintas dengan korban parah. Kami akan memberikan meminta penelpon untuk tidak memindahkan korban sampai ambulan tiba di lokasi.
Soalnya, kalau ternyata korban mengalami patah leher, upaya pemindahan yang tidak benar bisa menyebabkan kematian. Itu sebabnya, tugas operator mesti dijalani seorang paramedis yang juga akan memandu penelpon melakukan pertolangan pertama kepada korban.
Operator AGD DKI siaga 24 jam penuh. Tinggal tekan 118 saja. Nomor ini bisa diakses gratis, baik melalui telepon rumah maupun genggam yang memakai kartu keluaran Telkomsel. Atau, kami bisa dihubungi di nomor: 021-65303118.
AGD DKI Selamat Pagi, Siang dan Malam...


malam di kunciran

04 Desember 2008

CINTA PROFESI

Ini salah satu kisah pahit yang pernah saya bersama sekitar 300 rekan kerja lainnya sewaktu menjadi paramedis Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Kami pernah sempat tidak mendapat gaji selama enam bulan berturut-turut, sepanjang Januari sampai Juni di 2007 dan 2008.
Kejadian tahun lalu kami sangat mafhum. Ketika itu kami sedang masa transisi setelah lepas dari Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. Hebatnya, selama enam bulan itu kami tidak memiliki pemimpin lantaran Dinas Kesehatan belum betul-betul mengambil alih pengelolaan Ambulans Gawat Darurat. Tapi, operasional tetap jalan seperti biasa.
Sedang yang tahun ini, awalnya kami maklum alasan penundaan pembayaran gaji karena anggaran yang belum turun dari Pemerintah DKI. Kejadian yang sama juga dialami pegawai harian lepas dan kontrak di dinas-dinas lainnya seperti Dinas Pemadam Kebakaran. Biasanya, bulan ketiga akan menerima rapelan dari Januari.
Tapi ternyata, bulan ketiga, keempat, kelima dan keenam lewat, rapelan yang dijanjikan tak kunjung datang. Harapan itu datang setelah Liputan Enam Siang SCTV memuat wawancara salah satu rekan kami yang menyatakan paramedis Ambulans Gawat Darurat DKI Jakarta belum menerima gaji selama enam bulan. Dan, benar saja gaji pun turun.
Meski gaji selalu datang terlambat, tak banyak dari kami yang mundur dari Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI. Paling hanya segelintir orang saja. Bahkan, ada yang menolak tawaran gaji tiga sampai empat kali lipat asal mau bekerja di tempat lain. Mungkin, kami sudah terlalu cinta dengan profesi ini.


malam di kunciran