21 Oktober 2008

KONDISI MERAH

Suatu siang di 2008, saya mendapat perintah untuk segera meluncur ke sebuah rumahsakit di kawasan Jakarta Selatan. Ada tugas untuk membawa pasien bayi dengan kondisi “merah” alias gawat dari rumahsakit tersebut ke rumahsakit lain di daerah Jakarta Timur.
Soalnya, dokter di rumahsakit itu sudah angkat tangan. Tapi, anehnya mereka tidak melakukan tindakan apapun terhadap si bayi yang memang keadaannya sudah kritis sebelum di bawah ke rumahsakit tersebut.
Sang dokter malah menganggap kami nekad lantaran berani membawa si orok ke rumahsakit yang jaraknya lumayan jauh. Sebab, bukan tidak mungkin nyawa sang bayi melayang dalam perjalanan. Ya, paling tidak kami berusaha untuk menyelamatkan si jabang bayi, pikir saya waktu itu. Lagian, sudah menjadi tugas kami membawa korban dalam kondisi gawat sesuai nama institusi: Ambulans Gawat Darurat.
Karena itu, kami menjelaskan resiko buruk yang mungkin terjadi lebih dulu kepada keluarga pasien. Cuma, selama perjalanan kami akan terus melakukan pertolongan pertama . Dan, mereka menerima dan siap menghadapi kenyataan pahit itu.
Tak lama kemudian, ambulans langsung melesat menembus jalan di ibukota yang sedang padat merayap. Tapi, di tengah perjalanan kondisi sang bayi makin memburuk. Kami lantas menyarankan ke keluarga untuk membawa si orok ke rumah sakit terdekat.
Tapi, Tuhan berkehendak lain. Tak lama setelah mendapat pertolongan di rumahsakit tersebut, si bayi menghembuskan nafas terakhirnya. Saya langsung lemas, ikut larut dalam kesedihan keluarga sang bayi. Yang bikin saya berbesar hati, kami sudah berusaha sekuat tenaga menyelamatkan nyawa orok malang itu.


sore di kunciran

Tidak ada komentar: