27 September 2010

WAJAH RUMAHSAKIT (5)

Tadinya, saya pikir kelahiran Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru, yang memuat sanksi pidana dan denda yang cukup berat akan membuat tugas kami menjadi ringan. Tapi ternyata, kenyataan di lapangan berbeda 180 derajat. Tak semua rumahsakit takut dengan beleid tersebut.
Memang, saya tidak mengalami kejadian tersebut, melainkan teman-teman di lapangan. Tapi, saat kejadian itu terjadi saya bertugas sebagai manager in duty di Alarm Centre.
Menjelang tengah malam kami mendapat order untuk membawa pasien yang sudah tipis harapan hidupnya dari sebuah rumahsakit ke rumahnya. Begitu sampai di rumah pasien di bilangan Jakarta Timur, si pasien mendadak kondisinya membaik. Pihak keluarga akhirnya meminta petugas kami untuk standby.

Tapi, dini hari tiba-tiba kondisi pasien kembali memburuk. Pihak keluarga meminta kami untuk membawa pasien ke sebuah rumahsakit di kawasan Jakarta Timur.
Bukannya pertolongan yang kami dapat, tapi malah umpatan dari dokter jaga IGD. Katanya, kami harus memberitahu dahulu kalau mau membawa pasien dalam kondisi gawat. Waduh!
Ya, begitulah resiko dari pekerjaan kami, yang seharusnya tidak terjadi kalau semua pihak mematuhi perintah UU Kesehatan yang baru.

malam di kunciran

13 September 2010

DUKA LEBARAN

Lebaran justru menjadi hari yang paling menyibukkan buat kami. Di hari yang fitri tersebut justru terjadi kejadian luar biasa yang seharusnya tidak terjadi.
Siang menjelang sore, di lebaran hari pertama, saya yang saat itu bertugas menjadi manager on duty di Alarm Centre, mendapat on call dari pihak kepolisian yang berjaga di acara open house Presiden SBY di Istana Negara.
Polisi tersebut meminta kami segera meluncur ke Istana Negara karena terjadi sedikit chaos dalam acara tersebut, karena warga saling berebut untuk masuk sehingga ada warga yang menjadi korban.
Saya langsung memerintahkan lima ambulans terdekat segera meluncur ke lokasi. Petugas kami di lapangan mendapati seorang warga yang terkulai lemas, dan segera melakukan pertolongan dengan memberikan oksigen dan upaya bagging atau memompa pernafasan. Tapi, usaha kami selama 10 menit itu sia-sia, korban tersebut akhirnya meninggal dunia.
Ini kali kedua terjadi kejadian luar biasa saat lebaran. Tahun lalu, kami juga disibukkan menolong warga yang menjadi korban yang saling berebut masuk ke Balai Kota DKI saat open house Gubernur di hari kedua lebaran. Tapi, ketika itu tidak ada yang sampai meninggal dunia, hanya dua warga yang perlu mendapat perawatan insentif di rumahsakit.
Mudah-mudahan musibah ini yang terakhir. amin.

malam di gedong

18 Maret 2010

MENUNTUT PNS

Serikat Pekerja Ambulans Gawat Darurat (SPAGD) DKI Jakarta meminta perbaikan kesejahteraan. Paramedis yang selalu berada di depan saat terjadi berbagai musibah itu justru tidak mendapat tunjangan kesehatan dan gaji yang memadai.
"Setiap bencana alam, kebakaran, kecelakaan lalu lintas, dan ledakan bom, kami yang paling dulu menolong korban. Namun, jika mengalami kecelakaan lalu lintas saat tugas, kami justru tidak mendapatkan perawatan yang memadai karena tidak sanggup membayar," kata M Syamsudin, pengurus SPAGD, saat bertemu dengan pimpinan Fraksi Amanat Bangsa DPRD DKI, Kamis (18/3).
Menurut Syamsudin, mereka hanya menerima gaji Rp 1,45 juta dan tunjangan Rp 200.000 per bulan. Pendapatan itu dinilai sangat tidak sesuai dengan risiko yang mereka hadapi saat mengevakuasi korban, saat berkendara dengan kecepatan tinggi, dan risiko tertular penyakit.
"Seorang petugas ambulans yang tabrakan dengan artis beberapa bulan lalu masih mengalami fraktur tulang belakang karena tidak sanggup membiayai perawatan yang mahal," kata Syamsudin.
Para pengurus SPAGD meminta status mereka dinaikkan, dari karyawan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) menjadi pegawai negeri sipil agar kesejahteraan dan tunjangan kesehatan menjadi terjamin. Sebagai karyawan BLUD, gaji dan tunjangan mereka sangat tergantung pemasukan dari lembaga mereka. Padahal BLUD Ambulans Gawat Darurat bersifat sosial dalam banyak kasus bencana atau kecelakaan dan baru boleh meminta bayaran dari pasien biasa.
Ketua Fraksi Amanat Bangsa, Wanda Hamidah mengatakan, pihaknya akan mendorong Pemprov DKI mengangkat ke-223 karyawan BLUD Amulans Gawat Darurat sebagai PNS. Selain itu, Wanda juga akan mengusahakan tambahan tunjangan bagi paramedis tersebut.


(Kompas.com, 18 Maret 2010)

18 Februari 2010

AMBULANS BARU

Sudah sebulan terakhir AGD DKI diperkuat oleh unit-unit baru. Total jenderal, ada 10 ambulans baru keluaran KIA Travello, yang memiliki kabin lebih lapang ketimbang unit-unit kami sebelumnya. Yakni, Hyundai Accent dan KIA Pregio.
Sebetulnya, unit-unit baru tersebut sudah datang sejak pertengahan Desember 2009 lalu. Tapi, karena mesti menunggu surat-surat kendaraan bermotor selesai, 10 ambulans anyar itu baru resmi beroperasi sebulan yang lalu..
Lima unit baru di antaranya di sebar ke masing-masing wilayah, yaitu utara, pusat, barat, timur, dan selatan. Sedang lima sisanya untuk melayani pesanan khusus. Jadi, standby di Bela.
Rencananya tahun ini kami akan kedatangan 20 unit baru lagi, yang bakal menggantikan ambulans-ambulan lama yang rata-rata sudah berusia enam hingga tujuh tahun. Secara bertahap Dinas Kesehatan DKI akan mengganti semua ambulans AGD DKI.


siang di kunciran

08 Februari 2010

GUS DUR

Kemarin (7/2) adalah peringatan 40 hari wafatnya Presiden RI Keempat Abdurrahman Wahid. Bagi kami di AGD DKI, pria yang populer dengan panggilan Gus Dur itu punya arti khusus. Lantaran, kami pernah membantu menolong beliau.
Pertama, ketika Gus Dur mendapat serangan jantung di kantor Pengurus Besar NU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Saya lupa tahun persisnya. Yang jelas setelah dia lengser dari kursi presiden.
Waktu itu, kami mengirim tiga mobil ambulans ke sana, termasuk yang dikemudikan pilot wanita bernama Suratinah. Dia yang pertama tiba. Setelah memberi pertolongan singkat, Gus Dur langsung dilarikan ke RS Cipto Mangunkusumo.
Waktu itu Gus Dur tidak sampai menjalani rawat inap. "Beliau mengucapkan terima kasih," kenang Suratinah yang mengaku sempat bersalaman dengan Gus Dur.
Kedua, saat Gus Dur menikahkan puteri keduanya Zanubba Arifah Chafsoh tahun lalu. Kami mendapat kepercayaan untuk menjadi tim medis, mulai dari prosesi akad nikah sampai resepsi Yenny Wahid, begitu puteri kedua Gus Dur itu biasa disapa. Kebetulan, saya yang mengatur semua persiapan tim untuk standby di acara tersebut.


Selamat Jalan Gus Dur. Kenangan bersama mu tidak pernah kami lupakan.

malam di kunciran

10 Januari 2010

BERI AMBULANS JALAN! (2)


Kamis (7/1) sore lalu, ada telepon masuk dari seorang ibu yang tinggal di daerah Jakarta Selatan. Sang ibu meminta kami datang lantaran anaknya dalam keadaan kritis. Segera saja saya mengontak unit yang nge-pos di kantor Walikota Jakarta Selatan.
Tidak berapa lama, ibu tadi kembali menelpon dan mengabari kalau anaknya kondisinya makin kritis. Saya pun menghubungi unit untuk menanyakan posisi terakhir. Rupanya, hujan deras yang baru saja mengguyur wilayah Jakarta membuat kemacetan di mana-mana. Ambulans kami pun terjebak dalam kemacetan.
Saat berbicara dengan crew, dari seberang telepon terdengar suara pilot kami yang berteriak lantang. Ternyata, dia terlibat cekcok dengan seorang pengemudi mobil lainnya yang tidak mau memberi jalan. Padahal, kami sudah menyalakan sirene dan meminta jalan.
Ya, soal ribut-ribut dengan pengguna jalan hampir menjadi santapan keseharian kami. Banyak pengendara yang enggan memberikan jalan atau bahkan sengaja menghalangi laju ambulans kami. Sewaktu masih bertugas di lapangan, saya tidak satu dua kali harus terlibat cekcok dengan mereka.
Entah apa yang ada di benak mereka? Mungkin bagi mereka, nyawa pasien yang kami bawa atau yang akan kami bawa tidak ada artinya. Mungkin bagi mereka, yang penting tidak lama-lama terjebak dalam kemacetan sehingga tidak memberi jalan ambulans.
Padahal, kami tidak akan minta diprioritaskan kalau kami tidak sedang membawa atau akan menjebut pasien dalam kondisi gawat darurat. Sirene kami hanya akan menyalak-nyalak jika dalam kondisi gawat darurat. Tapi kalau tidak, meski kami sedang membawa pasien, sirene tidak akan menyala. Hanya lampu rotator saja, yang menandakan kami sedang membawa pasien.


Jadi, sekali lagi kami minta: Beri Kami Jalan!

sore di kunciran