06 Februari 2011

SERANGAN ASMA

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, tahun 2009 lalu, jumlah penderita asma di seluruh dunia mencapai 300 juta orang. Sebanyak 12 juta di antaranya berasal dari Indonesia termasuk Jakarta.
Tak heran, belakangan ini, panggilan yang masuk ke kami tak sedikit dari penderita asma. Contoh, sewaktu saya masih bertugas di Alarm Centre, suatu hari lewat tengah malam, ada telepon masuk yang meminta kami mengirim unit ke sebuah rumah kos di bilangan Jakarta Timur.
Salah satu penghuninya, seorang wanita mendadak kena serangan asma akut. Obat hirup sudah tak mempan lagi. Sang penelpon yang tak lain kekasih perempuan malang itu sejatinya sedang tidak satu lokasi dengan gadis pujaannya itu.
Lantaran wanita itu sudah susah untuk berbicara dan hanya bisa mengirim pesan ke pacarnya, terpaksa lelaki tersebut yang menelpon ke kantor kami. Dengan panik pria itu meminta kami segera mengirim unit ke kos pacarnya. Bahkan, dia meminta kami tidak menutup telepon untuk terus mengabari kondisi terbaru.
Kami pun mengirim dua unit terdekat ke lokasi. Sampai di sana, tidak ada satu orang pun yang membukakan pintu, meski unit di lapangan sudah menggedor gerbang dan memanggil beberapa kali. Terpaksa, sirene ambulans menyalak. Baru, pemilik kos-kosan terbangun dan membukakan pintu.
Panggilan lainnya saat saya sudah kembali ke lapangan. Datangnya juga malam hari dari seorang ibu di daerah Jakarta Selatan yang juga mengalami serangan asma akut.
Saya dan rekan pun meluncur ke lokasi. Setelah melakukan pertolongan pertama, kami segera mengarahkan ambulans ke rumahsakit terdekat. Rupanya, bantuan oksigen tidak juga meredakan serangan asma ibu itu.
Sepanjang jalan, ibu itu gelisah. Semua posisi, baik tidur maupun duduk, tak nyaman. Tapi ternyata, Tuhan memberi jalan untuk saya. Saya mencoba menenangkan ibu itu dengan merangkulnya dari belakang. Ibu itu kemudian duduk dengan kepala merunduk di lengan saya. Hasilnya, serangan asma mereda.
Meski tangan saya pegal bukan kepalang, saya senang serangan asma ibu itu mereda. Ibu itu pun mengucapkan terima kasih dengan menganggukkan kepala dan memegang tangan saya sewaktu di rumahsakit. Maklum, nafasnya yang sesak membuat dia tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun.

malam di kunciran

Tidak ada komentar: