04 Juli 2008

Ambulans 118 Kondisinya Gawat Darurat

Puluhan mobil putih bercorak hijau terparkir di halaman depan dan belakang kantor pusat Ambulans Gawat Darurat 118 di Jalan Sunter Permai, Jakarta Pusat. Mobil-mobil itu bukan sedang menunggu penumpang tetapi memang sengaja teronggok parkir di sana.
Mobil-mobil itu jauh dari armada yang layak operasional melayani warga ibukota. Jejeran mobil itu hanya parkir sampai batas waktu yang tidak jelas. Sebagian memang terlihat masih terawat, namun beberapa diantaranya sudah lebih mirip besi tua dan benar-benar tidak layak jalan. Bodinya terlihat kusam karena tertutup debu. Karburator mesin bahkan sudah ada yang copot.
Tidak hanya mobil ambulans, 12 sepeda motor yang sedianya difungsikan untuk reaksi dan penanganan cepat juga teronggok tanpa ada yang bisa difungsikan.
Yang juga tak kalah menyedihkan, kondisi kantor pengelola Ambulans Gawat Darurat 118 juga kurang lebih sama suramnya. Situasinya lengang. Tak ada aktivitas yang menggambarkan kesibukan para karyawan. Sebagian meja kantor itu terlihat kosong. Hanya ada beberapa operator telepon terlihat standby menunggu panggilan masuk. Entah itu menunggu panggilan darurat atau hanya sekadar ngobrol dengan temannya.
Awalnya, Yayasan Ikatan Ahli Bedah Indonesia menanggung operasional kantor ini. Namun untuk meningkatkan kualitas pelayanan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta berniat mengambil alih jasa penyediaan ambulans yang sudah berdiri sejak tahun 1973 itu.
Tetapi proses pengambil alihan yang terkatung-katung membuat biaya operasional jadi terbatas. Dana yang didapat dari tarif pengguna jasa mereka hanya cukup untuk biaya operasional sehari-hari. Tak ada dana untuk perbaikan armada, begitu juga gaji untuk para pegawai. "Sudah tiga bulan ini para karyawan belum mendapatkan gaji," ungkap Pepen Efendi, Pejabat Sementara Kepala Operasional Ambulan Gawat Darurat 118 saat ditemui KONTAN di kantornya.
Saat ini ada 385 karyawan hanya bisa pasrah sambil berharap proses pengambilalihan bisa cepat selesai. Seribu langkah pun terpaksa dilakukan agar kantor sosial itu bisa tetap berjalan termasuk efisiensi pengeluaran. "Mobil yang dalam rusak ringan kami perbaiki, tapi yang rusak berat terpaksa diparkir dulu," kata Pepen.
Praktek kanibalisme pun terpaksa berlangsung. Tak jarang untuk memperbaiki mobil yang rusak harus mereka mengambil suku cadang dari yang lainnya sebagai pengganti. Demikian juga peralatan medis yang menjadi perlengkapan ambulan. Peralatan mobil yang tidak beroperasi habis dicopoti untuk mobil yang masih berfungsi.
Dari 50 armada yang ada saat ini, hanya 24 saja yang bisa beroperasi. Sisanya yang lain rusak dan tingkatan bermacam-macam. Umumnya pada sistem pendingin saja. Akibat kerusakan ini, Ambulans Gawat Darurat 118 terpaksa tidak bisa memberikan pelayanan yang terbaik.
Dengan 24 armada saat ini, pihaknya kewalahan untuk melayani panggilan dari warga yang membutuhkan pertolongan. Seharinya tak kurang ada lebih 60 warga yang membutuhkan pertolongan segera. "Kami benar-benar kerja keras untuk melayaninya," lanjutnya.
Terbatasnya armada yang beroperasi ini membuat pihak Ambulans sulit untuk merespon dengan cepat permintaan warga. Banyak warga yang akhirnya minta tolong balik menyalahkan mereka karena terlambat atau terlalu lama datang ke lokasi. "Keluarga yang panik biasanya menyalahkan kami tanpa berpikir keterbatasan armada yang kami miliki," ujarnya.
Untuk mencari dana operasional, pihak ambulans 118 pun terpaksa putar otak. Misalnya, mereka memberi jasa melakukan berbagai pelatihan bagi petugas medis. Seperti pelatihan basic life support di perusahaan-perusahaan swasta yang membutuhkan.
Tapi, proses peralihan yang belum selesai membuat program ini juga berjalan tersendat. Jadwal pelatihan terpaksa berubah karena ambulans kerap kali harus menerima panggilan yang lebih penting. Celakanya, mereka juga terimpit kebutuhan untuk mencukupi dana operasional dari program pelatihan.

oleh: Patersius Sembiring
Harian KONTAN
3 April 2007

Tidak ada komentar: