07 Juli 2008

Mobilnya Jangan Ikut Sakit Dong!

Bagi masyarakat kelas menengah-bawah, ambulans gawat darurat dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta sangatlah membantu. Saat kepepet layanan ambulans, warga akan teringat jalur telepon 118 yang sudah dikenal. Sayangnya, tak semua pelanggan dapat ambulans yang memadai.
M Supriyadi (17), pemuda yang tinggal di Kalideres, Jakarta Barat, punya pengalaman baik. Akhir tahun 2007, bagian pergelangan kaki kirinya patah akibat terlindas truk di kawasan Jatake, Tangerang. Saat kebingungan, ada teman menyarankan agar memanggil ambulans.
Ritawati, ibu pemuda itu, segera menelepon 118 untuk meminta pertolongan ambulans. Setelah menunggu sekitar satu jam, ambulans tiba dan membawa Supriyadi ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Pemuda ini pun memperoleh pengobatan.
Dia bersyukur karena akhirnya mendapat pertolongan dan pertolongan diberikan gratis. ”Saya diminta memberi fotokopi surat keterangan tidak mampu atau kartu keluarga miskin (gakin). Itu sangat membantu,” kata Supriyadi.
Pasangan Ana Sutiana (38) dan Sudarman (42), keluarga kelas bawah di Petojo Utara, Jakarta Barat, juga langganan ambulans. Anak perempuan pasangan ini, Vivi Nurhayati (10), menderita hidrosefalus yang menyebabkan kepalanya membesar. Penyakit yang diderita sejak usia dua bulan itu mengharuskan bocah itu kontrol bolak-balik ke rumah sakit.
Saat Vivi berusia enam tahun dan kepalanya semakin membesar, Ana tak kuat lagi berobat dengan angkot. Bayangkan saja, berat bocah yang sekarang berusia 10 tahun itu mencapai 40 kilogram. Dia pun mencoba menggunakan ambulans 118 dan ditolong.
”Saya pakai surat keterangan tak mampu, jadi mendapat layanan ambulans gratis. Kalau mau berangkat, tinggal telepon. Selesai kontrol, telepon lagi,” kata Ana.
Tak semua masyarakat memperoleh layanan baik. Sebagian dari mereka mengeluh karena ambulans yang menjemput ternyata rusak. Perjalanan menjadi menyiksa.
Contohnya keluarga Ida Thimour (57), warga Depok. Awal Januari lalu, Ida pernah meminta pertolongan ambulans gawat darurat untuk membawa ibunya, Hermina Sihombing (79), dari Rumah Sakit Tebet, Jakarta Selatan, menuju rumahnya di Depok. Untuk itu, dia dikenai biaya Rp 500.000.
Sayang, ambulans yang datang tidak punya AC dan mesinnya suka ngadat. Perjalanan dari rumah sakit ke rumah pun memakan waktu dua jam dan itu harus ditempuh dalam udara panas akibat AC mati. ”Ibu saya yang sakit osteoporosis dan saraf kejepit menjadi tambah kepayahan,” kata Ida.
Ida berharap ambulans gawat darurat Dinas Kesehatan DKI Jakarta mau berbenah diri. Masih banyak masyarakat yang belum punya kendaraan sendiri sehingga membutuhkan pertolongan ambulans.”Sebaiknya berilah pelayanan memadai dengan mobil bagus dan waktu yang cepat. Masak orang sakit diangkut pakai mobil yang sakit juga. Nanti tambah parah dong penyakit orang itu,” kata Ida.


oleh: Ilham Khoiri
KOMPAS
Minggu, 29 Juni 2008

Tidak ada komentar: